Malang, kota apel dan juga kota yang terkenal dengan hebat nya antusiasme penduduknya terhadap olah-raga sepak bola ternyata juga menyimpan cerita pelacuran yang menarik dan mencengangkan. Bagaimana tidak, dibalik fakta yang ada ternyata kehidupan pelacuran ABG di kota Malang juga cukup "maju dan rapi". Tertarik, simak cerita kehidupan pelacuran ABG di kota Malang berikut. InfoShare temukan dari suatu sumber.
===================================================
MALANG - JAWA TIMUR.
SISI namanya. Berusia 19 tahun. Anak seorang pengusaha terkenal di Malang dan pengurus salah satu cabang olahraga. Hampir setiap hari nama ayahnya muncul di surat kabar.
Gadis cantik, yang namanya minta dituliskan persis seperti yang tertera di KTP-nya, adalah salah satu ABG 'papan atas' di Malang. Bila 'turun' ke jalan, ia biasa disapa dengan nama Sisi.
Apa yang kau cari Sisi? "Biar ayah tahu kalau saya sekarang memilih profesi ini. Jual diri," katanya.
Secara sadar Sisi menyatakan harus melacur untuk membalas perlakuan ayahnya yang amat jarang pulang ke rumah saking sibuknya. Namun dia tidak akan mengobral pengakuan kepada sembarang orang, alasannya biar ayahnya tahu secara alamiah dari mulut ke mulut.
Karena itu pula, dia tidak canggung sedikit pun tatkala kepergok wartawan yang juga amat dikenalnya karena kerap datang ke rumahnya di kawasan elite di Malang. Setelah ibunya meninggal pada 1995 lalu, praktis di rumah sudah tidak ada figur panutan lagi. Jawaban Sisi terbilang klasik: korban broken home atau kekisruhan rumah tangga seperti halnya ratusan pelacur ABG lainnya. Sisi merasa tidak ada satu pun orang di rumahnya yang bisa dijadikan tempat berlindung. Ia malah merasa terlindung di dalam dekapan banyak pria yang menyukainya.
Kendati sebagai gadis muda belia yang cantik, Sisi lebih suka berdandan ala kadarnya. Akan tetapi wajah cantiknya tak bisa disembunyikan.
Sebagai pelacur ABG, Sisi semula tergolong laris, namun kemudian banyak ditinggalkan pelanggannya karena dinilai terlalu rewel.
Seorang pria yang cukup terpandang di Malang yang pernah beberapa kali membawa Sisi, mengatakan, "Dia selalu minta cepat pulang. Setelah di-booking pukul 12.00 WIB, pukul 17.00 sudah minta selesai dan cepat-cepat memanggil taksi untuk mengantarkan ke rumahnya."
Pria berusia 45 tahun itu sengaja memilih Sisi karena gadis tersebut datang dari keluarga terpandang, dan sudah menjadi pembicaraan kalangan atas di Malang.
"Saya sengaja memilih Sisi karena alasan prestise. Ternyata setelah saya rasakan, dia banyak permintaan. Soal duit sih, dia tidak banyak tanya," katanya. Disebutkan tarif rata-rata pelacur sekelas Sisi --sebelum dipotong honorarium GM-nya-- Rp 500.000 sekali pakai. Sisi mengaku masih kuliah, "Silakan cek kalau tak percaya," ujarnya sembari menunjukkan KTM (kartu tanda mahasiswa) sebuah perguruan tinggi kesohor di Malang. Teman-temannya di kampus sudah banyak yang mengetahui Sisi menjadi pelacur, "Mereka tidak terlalu peduli. Tidak sedikit teman saya yang seperti saya. Kami saling tahu kelakuan masing-masing," katanya.
Di Malang belakangan ini, memang banyak pelacur ABG yang datang dari kalangan 'atas'. Sedikitnya, saat ini ada 25 ABG dari kalangan etnis Cina. Seorang gadis bermata sipit menceritakan tentang teman-temannya yang terjun ke dunia 'hitam', yang semuanya berasal dari keluarga mampu. "Sebelum ini, ayah saya pengusaha cukup sukses. Entah kenapa tiba-tiba bangkrut," cerita Lani, ketika ditemui di Dieng Plaza. Ia anak seorang pengusaha di Kediri.
Lani mengaku, sejak bisnis ayahnya bangkrut itulah kiriman uang kuliah di PTN terkenal di Malang tersendat-sendat. Terpaksa, Lani harus melayani pria hidung belang. Rupanya, resesi ekonomi yang mendera Indonesia dua tahun terakhir ikut menggelontor kelompok etnis yang selama ini dikenal paling mapan ekonominya. Bagi Lani, profesi inilah yang mampu menyambung napas hidup kuliahnya. Lani mengaku sekali dipakai dia mendapat bagian Rp 250.000. "Yang Rp 50.000 untuk Mami," ungkapnya seraya menunjuk perempuan 40-an tahun yang duduk agak berjauhan.
Tapi tidak gampang menemui ABG di Kota Apel itu. Mereka bergerak secara rapi. Lokasi mangkal ABG --di Malang kerap disebut ayam abu-abu (bagi yang terlihat berseragam SMU) atau ayam kampus (khusus bagi pelacur ABG dari kalangan mahasiswi)-- bisa ditemui di Plaza Dieng, food court Plaza Sarinah, di samping diskotek My Place, Laguna, dan Djoko Tarub Discoteque di kawasan wisata Batu. "Ada pula yang terang-terangan membuka praktek. Mereka bisa ditemui setiap saat di Hotel Royal Inn," ujar seorang GM seraya menyebut beberapa nama hotel. Sisanya, di Hotel Garuda atau penginapan kelas bawah lain, merupakan pelacur profesional berusia 25 hingga 30 tahun. Berbeda dengan ABG di Surabaya yang berani menjajakan diri di tempat terbuka seperti di pinggir jalan --para 'pemakai' menyebutnya sebagai pelacur embongan (jalanan)-- di Malang hanya bisa dijumpai di tempat-tempat keramaian seperti pertokoan atau kawasan tempat nongkrong anak muda. Mereka juga bisa ditemui di karaoke, diskotek, atau kafe.
Mereka memanfaatkan radio panggil (pager) bahkan ponsel (handphone) untuk mempermudah transaksi. Mereka rata-rata bergabung dalam induk semang/mami atau germo (GM). Tempat yang paling terkenal adalah kawasan Tlogomas dan Jl Tirtonadi. Ada satu yang tidak beroperasi lagi yakni yang di Jl Bandung 14.
Di kawasan wisata Batu, mereka bisa ditemui di Jaka Tarub Discoteque di Hotel Purnama. Masyarakat setempat juga mengenali ABG muka lama atau pendatang baru.
Masih di Batu, ada satu lagi Diskotek Fantasia yang pada Jumat, Sabtu, dan Minggu dijejali ABG. Di sekitar dua diskotek tersebut terdapat ratusan vila yang bisa disewa per jam. Bahkan, harga sewa bisa terbilang sangat murah, kecuali Sabtu dan Minggu. Pada hari biasa harga sewa dalam kisaran Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per paro hari. Tidak usah ragu-ragu, karena para penjaga vila senantiasa bersikap proaktif. Mereka juga tak jarang berperan ganda sebagai broker (pialang) atau perantara atas permintaan para ABG. "Kalau akhir pekan mahal. Sebab kita sampai menolak permintaan," kata seorang penjaja vila di kawasan Songgoriti Batu. Maklum, mereka kebanjiran 'wisatawan' dari Surabaya dan Jakarta. Dari mana mereka berasal? Pengakuannya bisa macam-macam. Kebanyakan mengaku dari Blitar, Kediri, Surabaya, atau daerah lain di Jatim. Tidak sedikit pula yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, dan belahan Indonesia timur lainnya. Tapi jumlahnya tidak bisa mengalahkan yang berasal dari Malang sendiri.
SISI namanya. Berusia 19 tahun. Anak seorang pengusaha terkenal di Malang dan pengurus salah satu cabang olahraga. Hampir setiap hari nama ayahnya muncul di surat kabar.
Gadis cantik, yang namanya minta dituliskan persis seperti yang tertera di KTP-nya, adalah salah satu ABG 'papan atas' di Malang. Bila 'turun' ke jalan, ia biasa disapa dengan nama Sisi.
Apa yang kau cari Sisi? "Biar ayah tahu kalau saya sekarang memilih profesi ini. Jual diri," katanya.
Secara sadar Sisi menyatakan harus melacur untuk membalas perlakuan ayahnya yang amat jarang pulang ke rumah saking sibuknya. Namun dia tidak akan mengobral pengakuan kepada sembarang orang, alasannya biar ayahnya tahu secara alamiah dari mulut ke mulut.
Karena itu pula, dia tidak canggung sedikit pun tatkala kepergok wartawan yang juga amat dikenalnya karena kerap datang ke rumahnya di kawasan elite di Malang. Setelah ibunya meninggal pada 1995 lalu, praktis di rumah sudah tidak ada figur panutan lagi. Jawaban Sisi terbilang klasik: korban broken home atau kekisruhan rumah tangga seperti halnya ratusan pelacur ABG lainnya. Sisi merasa tidak ada satu pun orang di rumahnya yang bisa dijadikan tempat berlindung. Ia malah merasa terlindung di dalam dekapan banyak pria yang menyukainya.
Kendati sebagai gadis muda belia yang cantik, Sisi lebih suka berdandan ala kadarnya. Akan tetapi wajah cantiknya tak bisa disembunyikan.
Sebagai pelacur ABG, Sisi semula tergolong laris, namun kemudian banyak ditinggalkan pelanggannya karena dinilai terlalu rewel.
Seorang pria yang cukup terpandang di Malang yang pernah beberapa kali membawa Sisi, mengatakan, "Dia selalu minta cepat pulang. Setelah di-booking pukul 12.00 WIB, pukul 17.00 sudah minta selesai dan cepat-cepat memanggil taksi untuk mengantarkan ke rumahnya."
Pria berusia 45 tahun itu sengaja memilih Sisi karena gadis tersebut datang dari keluarga terpandang, dan sudah menjadi pembicaraan kalangan atas di Malang.
"Saya sengaja memilih Sisi karena alasan prestise. Ternyata setelah saya rasakan, dia banyak permintaan. Soal duit sih, dia tidak banyak tanya," katanya. Disebutkan tarif rata-rata pelacur sekelas Sisi --sebelum dipotong honorarium GM-nya-- Rp 500.000 sekali pakai. Sisi mengaku masih kuliah, "Silakan cek kalau tak percaya," ujarnya sembari menunjukkan KTM (kartu tanda mahasiswa) sebuah perguruan tinggi kesohor di Malang. Teman-temannya di kampus sudah banyak yang mengetahui Sisi menjadi pelacur, "Mereka tidak terlalu peduli. Tidak sedikit teman saya yang seperti saya. Kami saling tahu kelakuan masing-masing," katanya.
Di Malang belakangan ini, memang banyak pelacur ABG yang datang dari kalangan 'atas'. Sedikitnya, saat ini ada 25 ABG dari kalangan etnis Cina. Seorang gadis bermata sipit menceritakan tentang teman-temannya yang terjun ke dunia 'hitam', yang semuanya berasal dari keluarga mampu. "Sebelum ini, ayah saya pengusaha cukup sukses. Entah kenapa tiba-tiba bangkrut," cerita Lani, ketika ditemui di Dieng Plaza. Ia anak seorang pengusaha di Kediri.
Lani mengaku, sejak bisnis ayahnya bangkrut itulah kiriman uang kuliah di PTN terkenal di Malang tersendat-sendat. Terpaksa, Lani harus melayani pria hidung belang. Rupanya, resesi ekonomi yang mendera Indonesia dua tahun terakhir ikut menggelontor kelompok etnis yang selama ini dikenal paling mapan ekonominya. Bagi Lani, profesi inilah yang mampu menyambung napas hidup kuliahnya. Lani mengaku sekali dipakai dia mendapat bagian Rp 250.000. "Yang Rp 50.000 untuk Mami," ungkapnya seraya menunjuk perempuan 40-an tahun yang duduk agak berjauhan.
Tapi tidak gampang menemui ABG di Kota Apel itu. Mereka bergerak secara rapi. Lokasi mangkal ABG --di Malang kerap disebut ayam abu-abu (bagi yang terlihat berseragam SMU) atau ayam kampus (khusus bagi pelacur ABG dari kalangan mahasiswi)-- bisa ditemui di Plaza Dieng, food court Plaza Sarinah, di samping diskotek My Place, Laguna, dan Djoko Tarub Discoteque di kawasan wisata Batu. "Ada pula yang terang-terangan membuka praktek. Mereka bisa ditemui setiap saat di Hotel Royal Inn," ujar seorang GM seraya menyebut beberapa nama hotel. Sisanya, di Hotel Garuda atau penginapan kelas bawah lain, merupakan pelacur profesional berusia 25 hingga 30 tahun. Berbeda dengan ABG di Surabaya yang berani menjajakan diri di tempat terbuka seperti di pinggir jalan --para 'pemakai' menyebutnya sebagai pelacur embongan (jalanan)-- di Malang hanya bisa dijumpai di tempat-tempat keramaian seperti pertokoan atau kawasan tempat nongkrong anak muda. Mereka juga bisa ditemui di karaoke, diskotek, atau kafe.
Mereka memanfaatkan radio panggil (pager) bahkan ponsel (handphone) untuk mempermudah transaksi. Mereka rata-rata bergabung dalam induk semang/mami atau germo (GM). Tempat yang paling terkenal adalah kawasan Tlogomas dan Jl Tirtonadi. Ada satu yang tidak beroperasi lagi yakni yang di Jl Bandung 14.
Di kawasan wisata Batu, mereka bisa ditemui di Jaka Tarub Discoteque di Hotel Purnama. Masyarakat setempat juga mengenali ABG muka lama atau pendatang baru.
Masih di Batu, ada satu lagi Diskotek Fantasia yang pada Jumat, Sabtu, dan Minggu dijejali ABG. Di sekitar dua diskotek tersebut terdapat ratusan vila yang bisa disewa per jam. Bahkan, harga sewa bisa terbilang sangat murah, kecuali Sabtu dan Minggu. Pada hari biasa harga sewa dalam kisaran Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per paro hari. Tidak usah ragu-ragu, karena para penjaga vila senantiasa bersikap proaktif. Mereka juga tak jarang berperan ganda sebagai broker (pialang) atau perantara atas permintaan para ABG. "Kalau akhir pekan mahal. Sebab kita sampai menolak permintaan," kata seorang penjaja vila di kawasan Songgoriti Batu. Maklum, mereka kebanjiran 'wisatawan' dari Surabaya dan Jakarta. Dari mana mereka berasal? Pengakuannya bisa macam-macam. Kebanyakan mengaku dari Blitar, Kediri, Surabaya, atau daerah lain di Jatim. Tidak sedikit pula yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, dan belahan Indonesia timur lainnya. Tapi jumlahnya tidak bisa mengalahkan yang berasal dari Malang sendiri.
Source:artikel randomdi tempat kerja InfoShare
==================================================
Pelacuran sering kali di sanggah ataupun dipungkiri keberadaannya di lingkungan kita, Namun, sering kenyataannya adalah banyak orang berperilaku seperti itu di lingkungan kita. Karena itu, kiranya kita dapat semakin memperbaiki kehidupan dan menjauhkan diri dari pelacuran tersebut.