Cari Artikel Lainnya

Perompak Kapal Samudera Indonesia di Somalia

Sejak beberapa hari lalu santer diberiktakan mengenai perompakan kapal Samudera Indonesia oleh perompak Somalia. Beberapa dari Crew kapal Samudera Indonesia tersebut adalah warga Indonesia. Berikut adalah sedikit petikan berita mengenai perompakan kapal dari Somalia
=====================================
Dalam Time, 19 April 2010, diceritakan mengapa orang-orang Somalia menjadi bajak laut. Mereka melakukan hal demikian, disebabkan karena kemiskinan dan tidak ada pekerjaan sehingga mereka rela melakukan tindakan merompak kapal-kapal yang melewati Lautan India.Dengan membajak sebuah kapal, anggota bajak laut bisa mendapat uang sebesar US$ 6.000, ditambah makan dan minum selama melakukan operasi. Dikatakan oleh seorang bajak laut yang bernama Mohamed, dirinya melakukan demikian karena tidak ada pilihan. Jika ada pilihan lain, ia akan mengerjakan pilihan itu.
Dirinya mengatakan kepada wartawan Time bahwa jika ia memberi pekerjaan dirinya akan bekerja padanya. Dari alasan kemiskinan dan tidak ada pekerjaan maka mereka membajak puluhan kapal yang melintas di perairan Laut India. Pembajakan itu tak pandang bulu. Pembajakan itu dilandasi oleh motif ekonomi bukan ideologi, sehingga kapal dariIndonesia juga dibajaknya.
Sudah lebih satu bulan, kapal dari Indonesia, Sinar Kudus, dibajak oleh bajak laut dari Somalia. Kapal itu dibajak ketika melakukan perjalanan dari Pomalaa, Sulawesi Selatan menuju ke Roterdam, Belanda, tangga 16 Maret 2011 lalu. Kapal dengan awak 31 ABK, 20 orang di antaranya Warga NegaraIndonesia (WNI), tersebut bermuatan biji nikel dan seharusnya sudah sampai 34 hari setelah keberangkatan. Dari nilai tebusan awal yang diminta sebesar US$ 2,3 juta, dalam perkembangannya perompak menaikkan nilai tebusan menjadi US$ 2,4 juta atau Rp 24 miliar. Bahkan disebut karena tidak segera dituruti maka para bajak laut terus meningkatkannya hingga US$ 9 juta atau setara dengan Rp 77 miliar.
Lamanya pembajakan dan penyanderaan itu membuat keluarga ABK Sinar Kudus berkeinginan untuk bertemu dengan Presiden SBY. Mereka akan meminta pemerintah mengambil langkah nyata dalam pembebasan Kapal Sinar Kudus yang dibajak perompakSomalia . Lamanya penyanderaan terhadap para ABK itu membuat kondisi semakin kritis kesehatannya. Menjadi pertanyaan mengapa pembajakan terhadap kapal Sinar Kudus dan penyaderaan terhadap ABK-nya itu begitu lama dan demikian alot negoisasinya?
Faktornya disebabkan oleh pertama, pembajakan ini bisa jadi oleh pemerintah Indonesia dianggap tidak mempunyai nilai politis atau pencitraan, sehingga pemerintah tidak serius untuk melakukan negoisasi dengan para bajak laut dan pemerintahSomalia . Pemerintah melakukan langkah-langkah serius untuk melindungi warga negaranya di luar negeri ketika masalah itu menjadi perhatian dunia dan mempunyai nilai pencitraan.
Misalnya ketika negara-negara lain segera mengevakuasi warga negaranya ketika terjadi Revolusi Mesir, maka pemerintah Indonesia pun juga melakukan hal yang sama, yakni segera mengevakuasi warga Indonesia yang berada di negara. Dan mereka diperlakukan secara istimewa, selain langsung dijemput langsung oleh SBY di Bandara Soekarno-Hatta, setelah mereka tiba diIndonesia mereka segera ditempatkan di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.
Padahal ketika pemerintah melakukan hal yang demikian, ada ada sekitar 300 TKI yang menggelandang hidupnya di kolong jembatan layang di kawasan Kandara, Jeddah. Dan juga ada TKI yang menggelandang di Makkah. Namun dirasa masalah TKI sudah biasa dan tidak mempunyai nilai politis maka mengevakuasi atau menyelamatkan para TKI itu tidak menjadi prioritas.
Penyelamatan warga negara berdasarkan pertimbangan pencitraan tidak hanya dilakukan SBY. Hal demikian juga pernah dilakukan Ronald Reagan. Ia memanfaatkan penyanderaan 52 warga Amerika Serikat di Teheran untuk menaikan pamornya. Akhirnya dengan konspirasinya, Bush mengadakan negoisasi dengan Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Khomeini. Konspirasi itu berjalan lancar sebab Khomeini kooperatif.
Kooperatifnya Khomeini ditunjukan dengan ia mengirim Perdana Menteri Iran Bani Sadr untuk melakukan negoisasi dengan pembantu Reagan, seperti George Bush dan William Casey, di Paris, Perancis, di sebuah tempat yang dirahasiakan. Dalam negoisasi disepakati Iran sudi melepas 52 sandera asal ditukar dengan senjata antitank yang hendak dipergunakan untuk berperang melawan Irak ('Dirty War', Angkasa, Edisi Koleksi).
Kedua, masalah bajak laut ini bukan masalah ideologi namun masalah ekonomi. Meski bajak laut menggunakan cara-cara terorisme, yakni pembajakan dan penyanderaan, namun sebab mereka bukan anggota atau kelompok teroris, pemerintah tidak merasa perlu untuk melakukan misi penyelamatan secepatnya. Bila bajak laut itu adalah anggota teroris, tentu pemerintah akan segara melakukan tindakan. Tujuannya untuk mencari muka kepadaAmerika Serikat.

Lihat saja ketika pesawat Garuda Indonesia DC-9 dengan nomor penerbangan 206
dibajak oleh lima teroris yang dipimpin Imran Bin Muhammad Zein, pada 28 Maret 1981, di Bangkok, Thailand. Pemerintah langsung menggelar Operasi Woyla. Dalam operasi itu 35 anggota Kopassandha (Kopassus) melakukan operasi pembebasan pesawat dan berhasil.
Amerika Serikat sendiri yang merasa menjadi polisi dunia, tidak menganggap wilayah Laut India yang berhadapan langsung dengan Pantai Somalia dan Kenya itu daerah yang berbahaya, meski sering terjadi pembajakan. Sebab Amerika Serikat mengganggap Somalia bukan seperti Afghanistan, Libya, atau Irak yang kayak minyak. Kondisi yang miskin itulah yang justru menyelamatkan Somalia dari invasi Amerika Serikat. Bila Somalia sebagai negara yang kayak minyak, tentu para bajak laut itu dituduh sebagai kelompok fundamentalis Islam.
Ketiga, pembajakan Kapal Sinar Kudus ini seharusnya menjadi peluang bagi pihak
Indonesia, khususnya TNI dan Polri untuk menguji ketangguhan detasemen-detasemen antiterornya. Kita memiliki Densus 88 Polri, Detasemen 81 Kopasus TNI AD, Detasemen Jala Mangkara Korps Marinir TNI AL, Detasemen Bravo TNI AU, dan satuan anti-teror BIN.
Kita lihat, detasemen-detasemen itu sering melakukan pelatihan pembebasan pembajakan di berbagai tempat seperti kapal terbang, kereta api, kapal laut, dan fasilitas umum. Jika mereka sudah sering melakukan latihan, kapan praktiknya?
Lihat saja AL Korea Selatan dan AL Malaysia sudah berhasil melakukan penyelamatan terhadap kapal-kapal milik negaranya yang dibajak. Diceritakan secara heroik,
AL Korea Selatan menyerbu sebuah kapal barang yang telah dibajak perompak Somalia di Laut India. Aksi pasukan komando itu menyelamatkan semua kru kapal, termasuk dua awak asal Indonesia, dan menewaskan delapan bajak laut.
Mungkin pihak pemerintah Indonesia dan TNI masih menimbang-nimbang operasi penyelamatan itu. Mungkin pemerintah masih menimbang-nimbang apakah operasi mempunyai nilai pencitraan apa tidak, sementara TNI dan Polri mungkin terkendala dengan anggaran.
Namun sangat disayangkan bila kesempatan ini tidak digunakan oleh dentasemen-dentasemen antiteror untuk mencoba ketangguhannya. Kita sangat malu bila kita belajar pembebasan penyanderaan kapal dari AL Malaysia. 


Source:detik

Artikel Serupa:

Cari Artikel dari Google: